1. Bau Nyale
Disebut "Bau Nyale" bukan karena Nyalenya yang bau y =D disebut demikian karena dalam bahasa Sasak "Bau" itu memiliki arti "Mengambil".Nyale sendiri memiliki arti "cacing laut". Jadi Bau Nyale adalah upacara perburuan cacing laut untuk menyambut Pasola. Biasanya acara ini diselenggrakan sekitar bulan Februari dan Maret. Untuk menyambutnya biasanya masyarakat telah melakukan berbagai macam ritual dari jauh-jauh hari. Salah satunya dilakukan di rumah masing-masing, malam hari sebelum upacara dilakukan.
Beberapa ritual yang dilakukan biasanya adalah potong ayam dan membuat ketupat. Ini disebabkan karena ritual ini erat kaitannya dengan kegiatan Pasola untuk melihat baik dan buruknya nasib seseorang yang akan ikut dalam Pasola.
Sang pemimpin adat atau rato melihat hasil olahan ayam dan ketupat. Apabila ayam panggang masih mengeluarkan darah dari ususnya, dan ketupat yang telah masak, ada yang berwarna merah, atau kecoklatan, maka diyakini ini merupakan pertanda buruk. Yakni anggota keluarga yang ikut Psola, akan mendapat bahaya, seperti menderita luka-luka, atau bahkan meninggal dunia.
Ketika malam semakin larut, para rato yang bertugas mengamati munculnya bulan purnama, segera bersiap-siap memakai pakaian kebesaran rato (Atau biasa disebut rowa rato). Biasanya ritual ini dilakukan dengan cara berdoa di atas batu kubur (nisan) dan menghadap ke arah bulan purnama.
Dengan menghadap ke arah bulan purnama, para rato bisa memastikan ketepatan dan posisi bulan, serta keadaan gelombang laut di pantai. Dari situlah akan diputuskan saatnya nyale. Begitu nyale atau cacing laut sudah terlihat, seluruh warga yang telah berkumpul sejak subuh, memulai perburuannya.
Tradisi ini berasal dari cerita rakyat Lombok yang berjudul "Putri Mandalika". Jadi Nyale diibaratkan sebagai perwujudan Putri Mandalika.
2.Perang Topat
Perang topat adalah sebuah acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok. Perang ini merupakan simbol perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sore hari yang merupakan puncak acara yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak “rarak kembang waru” (gugur bunga waru) Tanda itu dipakai oleh orang tua dulu untuk mengetahui waktu salat Ashar. Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta. 'Perang' yang dimaksud disini bukan perang saling bunuh - bunuhan gitu tapi saling melempar ketupat di antara masyarakat Muslim dengan masyarakat Hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang seringkali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.
Topat atau Ketupat adalah makanan berbahan dasar beras yang dibungkus menggunakan anyaman daun kelapa yang masih muda.
3.Kawin Lari
Kawin lari merupakan tindakan melarikan seorang wanita tanpa izin, yang bertujuan untuk hidup bersama maupun menikah. Tradisi ini masih terjadi di wilayah Lombok, khususnya bagi masyarakat Suku Sasak.
Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan meracik atau selarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa ksatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki.
Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa ksatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki.
Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.